Jumat, 14 Desember 2012

PERKEMBANGAN SOSIAL AUD USIA TK





    a.    Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses. Ketiga proses ini akan diuraikan sebagai berikut:
· Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.
· Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan murid.

· Perkembangan sikap sosial
Untuk bermasyarakat/ bergaul dengan baik anak-anak harus menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan berhasil dalam penyelesaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Relatif hanya sedikit anak atau orang dewasa yang benar-benar berhasil dalam ketiga proses ini. Meskipun demikian, umumnya orang berharap memperoleh pernerimaan sosial sehingga sesuai dengan tuntutan kelompok. Sebagi contoh mereka melakukannya dengan belajar berlagak (berpura-pura) untuk menutupi pikiran dan perasaan yang mungkin tidak dapat diterima secara sosial. Mereka belajar untuk tidak tampak bosan, mereka belajar untuk tidak membicarakan hal yang tabu didepan orang yang tidak menyukainya, dan mereka belajar untuk tidak menampakkan kegembiraan tatkala orang yang tidak disukai merasa sakit hati.

b.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial AUD
· Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan individu, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
· Kematangan Pribadi
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
· Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku individu akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
· Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, individu memberikan warna kehidupan sosial didalam masyarakat dan kehidupan mereka.
· Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial. Individu yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial individu tersebut.

c.    Sosialisasi Pada AUD
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial anak usia dini. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Secara potensial (fitrah) menurut Plato, manusia dilahirkan sebagi mahluk sosial (zoon politicon). Namun untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain.
Perkembangan perilaku sosial anak ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri dirumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.
Dua atau tiga teman tidaklah cukup baginya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.

Sosialisasi pada masa awal masa kanak-kanak
Menurut Hurlock, E.B. “salah satu tugas perkembangan masa awal kanak-kanak yang penting adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi anggota kelompok dalam akhir masa kanak-kanak”. Jadi dalam masa kanak-kanak disebut sebagi masa prakelompok. Dasar untuk sosialisasi diletakan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ketahun. Anak tidak hanya lebih banyak bermain dengan anak-anak lain tetapi juga lebih banyak berbicara.
Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun hanya kadang-kadang saja, maka sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial yang sering tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas.
Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi pada masa ini adalah bahwa anak lebih menyukai kontak sosial sejenis daripada hubungan sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.
Antara usia dua dan tiga tahun, anak menunjukan minat yang nyata untuk melihat anak-anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka. Ini dikenal dengan bermain sejajar, yaitu bermain sendiri-sendiri, tidak bermain dengan anak-anak lain. Kalaupun terjadi kontak, maka kontak ini cenderung bersifat perkelahian, bukan kerja sama. Bermain sejajar merupakan bentuk sosial yang pertama-tama dilakukan dengan teman-teman sebaya.
Perkembangan selanjutnya adalah bermain asosiatif, di mana anak terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-anak lain. Dengan meningkatnya kontak sosial , anak terlibat dalam bermain kooperatif, dimana ia menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi.
Sebagian anak sudah mulai bermain dengan anak lain, ia masih sering berperan sebagi penonton, mengamati anak lain bermain tetapi tidak berusaha benar-benar bermain dengannya. Dari pengalaman mengamati ini, anak muda belia belajar bagaimana anak lain mengadakan kontak sosial dan bagaimana perilakunya dalam berbagai situasi sosial.
Kalau pada masa anak berusia empat tahun telah mempunyai pengalaman sosialisasi pendahuluan, biasanya ia mengerti dasar-dasar permainan kelompok, sadar akan pendapat orang lain dan berusaha mendapatkan perhatian dengan cara berlagak menonjolkan diri. Dalam tahun-tahun selanjutnya ia memperhalus perilaku baru yang dapat diterima oleh kelompok teman-temannya.
Bentuk perilaku sosial yang berhasil tampak untuk penyesuaian sosial yang berhasil tampak dan mulai berkembang dalam periode ini. Dalam tahun-tahun pertama masa kanak-kanak bentuk penyesuaian ini belum sedemikian berkembang sehungga belum begitu memungkinkan anak selalu untuk berhasil dalam bergaul dengan teman-temannya. Namun periode ini merupakan tahap perkembangan yang yang kritis karena pada masa inilah dasar sikap sosial dan pola perilaku sosial dibentuk. Dalam penelitian longitudinal terhadap sejumlah anak, Wadrop halperson dalam psikologi perkembangan Hurlock, melaporkan bahwa anak yang pada masa usia 2,5 tahun bersikap ramah dan aktif secara sosial akan terus bersikap seperti itu sampai usia 7,5 tahun. mereka menyimpulkan bahwa “sikap sosial pada masa 7,5 tahun diramalkan oleh sikap sosial pada 2,5 tahun”.
Secepat individu menyadari bahwa diluar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogyanya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi mahluk sosial ini disebut sosialisasi.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisasi.
Suean Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.
Sosialisasi dari orang tua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah kematangan. 
Melalui pergaulan anak atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa, dan teman sebaya lainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada masa anak menurut Syamsu Yusuf, bentuk-bentuk prilaku sosial itu adalah sebagai berikut :
·  Pembangkangan (negativisme), yaitu bentuk tingkah laku melawan.
·  Agresi (Agresion), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
·  Berselisih atau bertengkar (quarelling), terjadi apabila anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain.
·  Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari agresif.
·  Persaingan (rivally)
Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh, perasaan-perasaan tertentu, seperti rasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, atau sedih dan gembira. Beberapa perasaan lainnya adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa benci.
Goleman (1997) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti hubungan social yang baik. Apabila seseorangdapat menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan social serta lingkungannya. Goleman lebih lanjut mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosikonal tersebut, seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Selanjutnya, Howes dan Herald (1999) mengatakan, pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa pendapat diatas, dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menggapainya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kegiatan pembelajaran, kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari: kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri), kecakapan social ( menangani suatu hubungan), dan keterampilan social (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar